Ilustrasi AI sejumlah anak menolak perundungan di sekolah.
Jakarta, InfoPublik – Kasus perundungan di SMP Negeri 12 Krui, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung yang menewaskan seorang siswa berusia 13 tahun menjadi peringatan serius bagi dunia pendidikan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menegaskan perlunya membangun budaya sekolah yang bebas kekerasan dan memperkuat pendidikan karakter anak.
“Kasus ini menjadi refleksi penting bahwa kekerasan di sekolah harus dihentikan bersama. Sekolah, keluarga, dan pemerintah daerah harus membangun budaya tanpa kekerasan,” ujar Menteri PPPA dalam siaran pers, Selasa (7/10/2025).
Menteri Arifah menekankan agar setiap satuan pendidikan segera membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) sebagaimana diamanatkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023. Tim ini berfungsi melakukan deteksi dini, penanganan cepat, dan pendampingan psikologis bagi korban maupun pelaku anak.
Pendampingan, kata Menteri PPPA, tidak hanya diberikan kepada korban dan saksi, tetapi juga kepada pelaku anak melalui tindakan edukatif dan korektif yang mencegah kekerasan berulang.
“Paradigma disiplin berbasis kekerasan harus dihapuskan. Anak-anak perlu belajar dalam lingkungan yang aman, berempati, dan penuh dukungan. Pendampingan psikologis penting agar resiliensi anak korban diperkuat, dan perilaku pelaku dapat direhabilitasi,” tegas Arifah Fauzi.
KemenPPPA juga terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Kabupaten Pesisir Barat dan aparat setempat dalam memastikan perlindungan terhadap seluruh pihak yang terdampak, termasuk layanan konseling, bantuan hukum, dan psikososial.
Sebagai langkah pencegahan, masyarakat diminta aktif melapor jika mengetahui adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui Hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
"Setiap laporan masyarakat bisa menyelamatkan nyawa anak. Mari bersama kita ciptakan sekolah yang benar-benar aman bagi semua,” tutup Menteri PPPA.