Guru Besar FISIP UGM Gabriel Lele (kiri) dalam Rakor Paguyuban PANRB, di Bandung, Kamis (20/11/2025).
BANDUNG – Berbagai program prioritas nasional seperti pengentasan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan hanya dapat berhasil jika dijalankan secara kolaboratif. Pencapaian program pembangunan bukan lagi menjadi tanggung jawab satu pihak, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh unsur pemerintah.
Paguyuban Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memegang peran penting dalam tata kelola kebijakan pemerintah. Tata kelola memang tidak selalu tampak secara kasat mata (intangible), namun menjadi penggerak utama yang menentukan kualitas hasil pembangunan.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Gabriel Lele, menegaskan bahwa tata kelola menjadi fondasi pembangunan bahkan peradaban bangsa. “Membenahi tata kelola adalah aspek yang sangat fundamental. Jika fondasinya goyang, maka keseluruhan bangunan akan goyang,” ujarnya dalam Rakor Paguyuban PANRB, di Bandung, Kamis (20/11/2025).
Paguyuban PANRB terdiri dari Kementerian PANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Paguyuban PANRB mungkin tidak mengelola program teknis secara langsung, namun Paguyuban inilah yang memastikan seluruh prioritas itu dapat berjalan dengan baik melalui penguatan tata kelola.
Disinilah pentingnya peran sinergi dan penyelarasan visi (aligned vision) di lingkup Paguyuban PANRB. Untuk menuju kinerja bersama (shared outcomes) dengan aligned vision, perlu diidentifikasi isu yang harus diselesaikan, kondisi ideal dan prakondisi yang ingin diwujudkan. Hal ini bisa diwujudkan dengan tidak membatasi diri pada mandat/tupoksi masing-masing instansi, agar tidak ada egosektoral.

“Kalau kita mulai berangkat dari mandat organisasi, kita tidak akan kemana-mana. Jadi dilepaskan dulu, agar kita bisa cek apa yang harus ada dari sisi tata kelolanya dan mana secara logis berkontribusi terhadap pencapaian prioritas presiden. Sehingga sifatnya crosscutting dan komprehensif (bagi habis),” imbuhnya.
Menurutnya. semua aspek perlu didiagnosis agar tiap prioritas presiden memiliki topangan tata kelola yang memadai, baik dari sisi apa perencanaan SDM, sistem, SOP, mekanisme insentif, hingga strategi implementasi. Seluruh aspek harus memiliki kausalitas yang jelas.
Apabila semua masalah, penyebab, kondisi idealnya, prakondisi yang harus diwujudkan telah diklarifikasi, kemudian disusun program kegiatan dan anggarannya. “Ini yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas perencanaan yang nantinya akan mempengaruhi peningkatan kualitas kebijakan yang dibuat,” tutur Gabriel.
Terkait dengan delivery strategy atau desain implementasi shared outcomes, terdapat tiga poin kunci yang bisa dilakukan. Pertama, program/kegiatan prioritas mengikuti alur aligned vision. Kedua, setelah dilakukan secara tuntas dan komprehensif maka prinsipnya adalah melakukan distribusi kinerja secara tuntas pada semua unit organisasi.
“Di sinilah muncul pertanyaan siapa melakukan apa? Siapa menghasilkan apa? Kapan? Dengan parameter atau indikator apa? Ini semua dirangkum dalam poin terkait distribusi beban atau tanggung jawab,” tambahnya.
Ketiga, penguatan NATO. NATO yang dimaksud adalah Nodality (data, informasi, pengetahuan); Authority (klarifikasi aktor dan kewenangan); Treasure (distribusi sumber daya mengikuti target kinerja); Organization (perjelas unit organisasi pelaksana/penanggung jawab).

Menutup penjelasannya, Gabriel tidak lupa menekankan sinergi dan kolaborasi yang tidak hanya menjadi jargon tetapi sebuah keharusan dalam pencapaian shared outcomes. Paguyuban PANRB harus memastikan bahwa koordinasi saja tidak cukup. Mulailah dengan co-planning untuk mensinergikan rencana strategis (Renstra), rencana kerja (Renja), dan rencana kerja anggaran (RKA).
"Jadi bener-benar co-planning dan co-design. Yang sifatnya shared outcomes atau aligned vision itu dibuat secara bersama sama. Untuk kemudian dibagi dan disesuaikan dengan mandat organisasi masing-masing," katanya.
Selain itu, penguatan sinergi bisa dilakukan dengan komunikasi-interaksi yang lebih rutin dan informal. Gabriel menilai kerap kali yang menjadi masalah dalam kolaborasi dan sinergi adalah hambatan yang bersifat personal. Forum seperti rapat koordinasi lingkup Paguyuban PANRB dinilai bisa menjadi alat bantu untuk memudahkan sinergi.
Hal yang tidak kalah penting dalam memperkuat sinergi antar instansi Paguyuban PANRB adalah membangun sistem pendukung yang memaksa semua pihak untuk bersinergi.
"Saya berharap Paguyuban PANRB bisa menjadi contoh dalam shared outcomes dan cascading yang jelas. Dengan kolaborasi dan sinergi maka diharapkan ini akan terwujud," pungkas Gabriel. (del/HUMAS MENPANRB)







