Pin It

20250707 Menag Tekankan Pentingnya Pencatatan Nikah Pernikahan Bukan Sekadar Urusan PribadiMenteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar, menegaskan urgensi pencatatan nikah resmi di Indonesia sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap keluarga, terutama anak. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Gas Pencatatan Nikah) yang digelar di Jakarta, Minggu (6/7/2025).(Foto Istimewa/Bimas Islam Kemenag)

 

Jakarta, InfoPublik — Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar, menegaskan urgensi pencatatan nikah resmi di Indonesia sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap keluarga, terutama anak. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Gas Pencatatan Nikah) yang digelar di Jakarta, Minggu (6/7/2025).

Dalam pidatonya, Menag meminta seluruh jajaran Kementerian Agama, baik di pusat maupun daerah, untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya legalitas pernikahan melalui Kantor Urusan Agama (KUA).

“Saya mohon betul Kementerian Agama dan seluruh jajaran sampai ke tingkat bawah untuk terus mengingatkan masyarakat tentang pentingnya pencatatan pernikahan,” tegas Nasaruddin Umar.

Menag menyayangkan masih adanya anggapan bahwa pencatatan nikah itu mahal. Padahal, menurutnya, pencatatan pernikahan di KUA itu gratis, selama dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam juga menjalankan program nikah massal gratis bagi masyarakat kurang mampu. Program tersebut tidak hanya menanggung biaya pencatatan, tetapi juga menyediakan paket pernikahan lengkap, termasuk pakaian pengantin, rias pengantin, hingga mahar.

“Ini bukan sekadar seremoni. Nikah massal adalah bentuk nyata keberpihakan negara dalam memperkuat ketahanan keluarga dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat,” ujarnya.

Pernikahan Bukan Cuma Urusan Pribadi, Tapi Identitas Bangsa

Menag Nasaruddin menegaskan bahwa pernikahan bukan hanya ikatan pribadi antara dua individu, melainkan juga bagian dari identitas dan budaya bangsa Indonesia. Karena itu, masyarakat diingatkan agar tidak meniru budaya luar yang bertentangan dengan norma dan nilai lokal.

“Kita harus menjaga budaya kita sendiri. Jangan sampai terjadi westernisasi dalam hal perkawinan,” kata Nasaruddin.

Ia mencontohkan fenomena menurunnya minat menikah di negara-negara Barat seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Kanada, yang kini mengalami krisis demografi. Pemerintah di negara-negara tersebut bahkan harus memberikan insentif besar bagi warganya yang mau menikah dan memiliki anak.

“Di Prancis, karena rendahnya minat perkawinan, pemerintah sampai memberi hadiah besar untuk yang punya anak. Ada beasiswa, bahkan pembebasan pajak bagi anak-anak dari orang tua asli Prancis,” paparnya.

Menag juga berbagi pengalaman pribadinya saat berada di Kanada, di mana praktik hidup bersama tanpa pernikahan sudah dianggap lazim.

“Saya pernah di Kanada, ada teman saya yang 20 tahun hidup kumpul kebo, bahkan sudah punya anak satu. Itu sudah dianggap biasa di sana,” ungkapnya prihatin.

Lebih dari sekadar legalitas, pencatatan pernikahan disebut Menag sebagai fondasi utama untuk menjamin akses warga negara terhadap hak-hak sipil. Ia mencontohkan bahwa anak yang lahir dari pasangan tanpa akta nikah resmi akan kesulitan mendapatkan akta kelahiran, Kartu Keluarga, hingga KTP.

“Tanpa akta nikah, tidak bisa buat akta kelahiran. Tanpa akta kelahiran, tidak bisa punya KK. Tanpa KK, tidak bisa punya KTP. Tanpa KTP, tidak bisa buat paspor. Dan tanpa paspor, tidak bisa naik haji. Jadi ini urusan serius,” jelasnya.

Di akhir sambutannya, Menag mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung gerakan sadar pencatatan nikah. Ia menekankan bahwa keluarga adalah pilar utama dalam menjaga peradaban bangsa dan masa depan generasi.

“Jangan anggap pernikahan hanya ritual. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial dan spiritual. Dengan pernikahan yang sah dan tercatat, kita membangun keluarga yang kuat, terlindungi, dan berdaya,” pungkasnya.