Jakarta, InfoPublik – Di balik hiruk pikuk kota dan heningnya desa-desa, lahir sebuah gerakan penuh makna: Kampung Siaga TBC. Bukan oleh dokter di rumah sakit besar, gerakan ini dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga, kader kesehatan, dan aparat lingkungan yang bersatu dalam satu semangat – Indonesia Bebas TBC.
Gerakan itu tumbuh dari keyakinan bahwa melawan Tuberkulosis, salah satu penyakit paling mematikan di Indonesia, tak bisa hanya mengandalkan sistem kesehatan formal. Harus dimulai dari rumah-rumah warga, lorong-lorong kampung, dan tangan-tangan warga biasa yang luar biasa.
“TBC bisa disembuhkan. Tapi hanya jika ditemukan lebih cepat dan diobati sampai tuntas,” tegas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam peluncuran Gerakan Nasional Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga TBC, yang kini menjadi tonggak baru dalam pemberantasan TBC di Indonesia, seperti dikutip Senin (2/6/2025).
Pasukan Putih: Ibu Rumah Tangga Penjaga Napas Warga
Di Jakarta, kita bisa melihat wajah nyata dari program ini. Pasukan Putih, sebutan bagi relawan ibu rumah tangga yang terlatih, mendatangi rumah-rumah, mengedukasi warga soal gejala TBC, mendampingi pengobatan, bahkan memantau pasien melalui video untuk memastikan mereka minum obat tepat waktu.
Senyum mereka mungkin sederhana, namun tugas mereka luar biasa. Mereka bukan tenaga medis, tapi penyambung harapan bagi ribuan pasien yang berjuang di balik tembok sunyi penyakit menular ini.
Pemerintah menyadari bahwa kolaborasi adalah kunci. Bukan hanya antarinstansi, tapi juga antara teknologi dan komunitas. Melalui video monitoring, pasien TBC resisten bisa dipantau dari jauh. Satpol PP ikut mengawal kader di lapangan. Dana desa digunakan untuk memperkuat aksi kampung siaga. Semua bersatu dalam satu arah.
Angka, Data, dan Harapan
Indonesia saat ini menempati peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus TBC, dengan lebih dari satu juta kasus baru setiap tahun. Namun, dalam Forum Public Hearing, Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengungkap bahwa lebih dari 900 ribu kasus telah berhasil diidentifikasi pada 2024. Sebuah langkah besar, meski tantangan masih panjang.
“Tantangannya bukan hanya menemukan pasien, tapi memastikan mereka benar-benar sembuh. Kita punya obat yang kini durasinya hanya enam bulan, tapi disiplin adalah kuncinya. Di sinilah peran kader TBC tak tergantikan. Mereka mendeteksi gejala, melacak kontak erat, dan memastikan tak satu pun pasien tertinggal dalam pengobatan," kata Dante.
Perlawanan terhadap TBC tak hanya terjadi di kampung dan kota. Di kancah dunia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memimpin pertemuan TB Vaccine Accelerator Council (TB VAC) di Jenewa, membahas strategi global percepatan vaksin TBC.
Indonesia pun tak tinggal diam. Bersama Gates Foundation, GSK, CanSino, dan PT Biofarma, negeri ini ikut dalam uji klinis pengembangan vaksin TBC, demi perlindungan masa depan.
TBC bukan lagi sekadar masalah kesehatan. Ia adalah ujian tentang bagaimana masyarakat bersatu, tentang solidaritas, tentang napas yang diperjuangkan bersama, dan di setiap desa yang membangun Kampung Siaga TBC, ada harapan yang tumbuh. Bahwa suatu hari nanti, anak-anak Indonesia bisa tumbuh tanpa takut pada penyakit yang bisa dicegah dan disembuhkan ini.
Dengan gotong royong, semangat warga, dan dukungan pemerintah, mimpi itu bukan utopia. Ia sedang dikerjakan hari ini, di kampung-kampung yang bersiaga.